Kamis, 31 Maret 2011

*** Puisi indah dari Rendra ***

Seringkali aku berkata, ketika orang memuji milikku bahwa sesungguhnya ini hanya titipan, bahwa mobilku hanya titipanNya, bahwa rumahku hanya titipanNYa, bahwa hartaku hanya titipanNya, bahwa putraku hanya titipanNya, tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa Dia menitipkan ini padaku? Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milikNya ini.

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku? Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali olehNya? Ketika diminta kembali kusebut itu sebagai musibah, kusebut itu sebagi ujian, kusebut itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan. Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku. Seolah keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti matematika: aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia menghampiriku. Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasihku. Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku.

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah … “Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”.

                                                                                            (WS. Rendra)
The Little Prince

Pada suatu planet di jagad raya, seorang Pangeran Kecil hidup di sana. Seorang diri. Temannya hanyalah setangkai pohon mawar yang angkuh dan sering menyombongkan dirinya sebagai makhluk yang paling elok. Namun demikian, Sang Pangeran tetap masih menyayangi mawarnya itu dan selalu setia mendengarkan bualannya. Meski pada kenyataannya sang Pangeran mengetahui bahwa mawarnya hanya berdusta. Setiap hari dia merawat mawar itu dengan sabar. Pada suatu saat sang Pangeran merasa bahwa dia bosan hanya berada di planetnya, sudah saatny sang pangeran mencari pengalaman di tempat lain, dengan melancong ke planet-planet lain. Pada saat sang Pangeran berpamitan, mawarnya menangis sedih dan dia mengakui bahwa selama ini, dia telah banyak membohongi Pangeran. Dan bahwa dia hanya membutuhkan seorang teman. Pangeran Kecil memakluminya.
……………

D`i sebuah planet, Pangeran Kecil bertemu dengan seekor rubah.
“Kemarilah, bermainlah denganku,” kata Pangeran Kecil. “Aku sangat sedih.”
“Aku tidak bisa bermain denganmu,” kata rubah. “Aku belum dijinakkan.”
“Ah! Maafkan aku.” Kata Pangeran Kecil. Tapi setelah beberapa saat berpikir, dia menambahkan, “apa artinya itu… menjinakkan?”
“Itu adalah tindakan yang sering diabaikan,” kata Rubah. “Menjinakkan artinya menjalin ikatan.”
“Menjalin ikatan?”
“Begitulah,” kata Rubah. “Bagiku, kamu saat ini tidak lebih dari seorang bocah kecil yang sama saja dengan ribuan bocah kecil lainnya. Dan aku tidak membutuhkan kamu. Dan kamu sendiri tidak membutuhkan aku. Bagimu, aku tak lebih dari seekor rubah seperti ratusan ribu rubah lainnya. Tapi, jika kamu menjinakkan aku, kita akan saling membutuhkan. Bagiku, kamu akan menjadi satu-satunya di dunia….”

“Hidupku sangat membosankan,” kata Rubah. “ Aku memburu ayam, manusia memburuku. Semua ayam sama saja dan semua manusia sama juga. Dan, akibatnya aku menjadi sangat bosan. Tapi, jika kamu menjinakkan aku, akan terasa seolah matahari menyinari hidupku. Aku akan mengenali suara langkah yang terdengar berbeda dari semua langkah yang lain. Langkah-langkah lain akan mendorongku bergegas kembali ke bawah tanah. Tapi, langkahmu akan memanggilku, seperti musik keluar dari tempat persembunyianku. Dan coba lihat: kamu lihat ladang padi jauh di sana? Aku tidak makan nasi. Padi tidak ada manfaatnya bagiku. Ladang padi tidak punya arti apa-apa bagiku. Dan itu menyedihkan. Tapi rambutmu berwarna emas. Pikirkan betapa indah jadinya nanti jika kamu telah menjinakkan aku! Butir-butir padi yang juga berwarna keemasan akan membuatku ingat padamu. Dan aku akan senang sekali mendengarkan suara angin yang meniup butir-butir padi….”
Lama Rubah itu menatap sang Pangeran Kecil.
“Tolong – jinakkan aku!” katanya.
“Aku ingin, ingin sekali,” sahut Pangeran Kecil. “Tapi aku tidak punya banyak waktu. Ada banyak teman yang harus kucari dan banyak hal yang harus kumengerti.”
“Orang hanya bisa mengerti hal-hal yang dijinakkannya,” kata Rubah. “Manusia tidak punya waktu lagi untuk mengerti apapun. Mereka membeli barang yang telah tersedia di toko. Tapi, dimana-mana tidak ada toko yang menjual persahabatan, dan karenanya manusia tidak punya teman lagi. jika kamu ingin punya teman, jinakkanlah aku…”
“Apa yang harus aku lakukan untuk menjinakkan kamu? Tanya Pangeran Kecil.
“Kamu harus sabar sekali,” sahut Rubah. “Pertama-tama, kamu duduk agak jauh dariku – seperti itu – di atas rumput. Aku akan memandangmu dengan sudut mataku, dan kamu tidak boleh bilang apa-apa. Kata-kata adalah sumber kesalahpahaman. Tapi kamu akan duduk lebih dekat denganku setiap hari….”

Maka Pangeran Kecil menjinakkan Rubah. Dan ketika waktu perpisahan mereka hampir tiba….
“Ah,” kata Rubah. “Aku akan menangis.”
“Itu salahmu sendiri,” kata Pangeran Kecil. “Aku tidak pernah berkeinginan mencelakaimu sama sekali, tapi kamu ingin aku menjinakkan kamu….”
“Yah, memang begitu,”Kata Rubah.
“Tapi sekarang kamu akan menangis!” kata Pangeran Kecil.
“Yah, memang begitu!” kata Rubah.
“Jadi itu tidak mendatangkan kebaikan bagimu sama sekali!”
“Itu baik untukku,” kata Rubah. “Karena warna ladang padi itu.” Lalu dia menambahkan: “Pergilah dan lihatlah lagi bunga mawarmu itu. Kamu akan mengerti sekarang bahwa bungamu adalah satu-satunya di seluruh dunia. Lalu kembalilah dan ucapkan ‘selamat tinggal’ padaku, dan aku akan memberimu hadiah berupa sebuah rahasia.”

Pangeran Kecil pergi untuk melihat kembali bunga-bunga mawarnya.
“Kamu sama sekali tidak seperti bunga mawar milikku,” katanya pada bunga-bunga. “Jadi kamu tidak ada artinya. Tidak ada yang menjinakkan kamu dan kamu tidak menjinakkan siapa-siapa. Kamu seperti Rubahku ketika pertama kali aku mengenalnya. Dia hanya seekor rubah sama seperti ratusan ribu rubah yang lainnya. Tapi aku telah menjadikannya temanku, dan kini dia menjadi satu-satunya di seluruh dunia.”
Dan mawar-mawar itu sangat malu.
“Kamu cantik, tapi hampa,” lanjutnya. “Tidak ada yang bersedia mati demi kamu. Tentu, orang yang lewat akan mengira bahwa bunga mawarku tampak persis seperti kamu – mawar yang kumiliki. Tapi hanya dialah yang lebih penting daripada ratusan ribu mawar lain, sebab dialah yang kulindungi di balik tabir, karena demi dialah aku membunuh ulat (kecuali dua atau tiga di antara mereka yang kami selamatkan agar menjadi kupu-kupu); karena dialah aku mau mendengarkan, ketika dia mengomel atau membual, atau bahkan kadang-kadang ketika dia tidak bilang apa-apa. Karena dia adalah mawarku.”

Dan Pangeran Kecil kembali menemui Rubah.
“Selamat tinggal,” katanya.
“Selamat jalan,” kata Rubah. “Dan sekarang inilah rahasiaku, rahasia yang sangat sederhana: hanya dengan hatilah orang bisa melihat dengan benar, hal apa yang terpenting yang tidak dapat dilihat dengan mata?”
“Apakah yang terpenting yang tidak bisa dilihat dengan mata?” ulang Pangeran Kecil supaya dia yakin akan mampu mengingatnya.
“Waktu yang telah kamu habiskan untuk mawarmu, itulah yang membuat mawarmu begitu penting.”
“Waktu yang telah aku habiskan untuk mawarku – “ kata Pangeran Kecil, supaya dia yakin akan mampu mengingatnya.
“Manusia telah melupakan kebenaran ini,” kata Rubah.
“Tapi kamu tidak boleh melupakannya. Kamu bertanggung jawab, selamanya, terhadap apa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggung jawab terhadap mawarmu….”


…………………

(Adapted from The Little Prince, karya Antoine de Saint – Exupery - 1943)

  
By: zahrotul atiyah

Senin, 28 Maret 2011

Tentang Zahrotul Atiyah

Zahrotul Atiyah lahir pada 13 Oktober di Pekalongan. Masa kecil dan remaja dihabiskan di desa Karanganyar Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan. Semenjak lulus dari Madrasah Aliyah, dia merantau ke Jogja untuk melanjutkan studi di Universitas Negeri Yogyakarta dengan mengambil studi Biologi. Lulus S1 pada 2005. Pernah bekerja di beberapa institusi swasta hingga pada tahun 2007 mulai bekerja di Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pati.
Dia juga menulis novel. Novel-novelnya yang telah terbit adalah: MALAIKA HUMAIRA (DIVA PRESS Jogja, 2008) dan PEREMPUAN BERHATI BIDADARI (PENERBIT SABIL Jogja, 2011)

Perempuan Berhati Bidadari


SinopsisNovel "Perempuan Berhati Bidadari"
(Zahrotul Atiyah, Penerbit Sabil Jogjakarta, terbit Januari 2011)

Dia telah menempuh perjalanan panjang. Bertemu dengan banyak orang lainnya. Datang dan pergi silih berganti dalam hidupnya. Namun cinta seorang saudara sehati terus saja mengabadi di dalam hatinya. Malaika Humaira.
Novel ini merupakan kisah perjalanan hidup Ra setelah berpisah dengan Re, saudara sehatinya. Baik raga maupun rasa. Ra tetap tak berhenti berharap untuk bertemu kembali dengan Re. Setiap saat Ra terus mengingat dan mengharap Re sudi memaafkannya dan mau kembali lagi seperti dulu. Namun Re tetap pada pendiriannya. Bahkan dengan kejam, Re berkata bahwa dia ingin hidup tenang dan tak ingin lagi diganggu oleh keberadaan Ra. Ra terus berjalan mencari kesejatian itu. Cintanya yang mendalam pada sosok saudara sehati dibawanya kemanapun dia melangkah. Ra rela menjalani hidup dalam kesulitan dan cobaan-cobaan. 
Ra mengalami banyak hal, bahkan pernah terjerumus di lembah kelam dan mencoba mengkonsumsi obat terlarang. Berbekal tekad yang kuat untuk berhenti dan mimpi bertemu dengan Re yang memintanya berhenti menghancurkan diri, Ra berusaha bangkit dari keterpurukan. Akhirnya, Ra rela meninggalkan semua pekerjaan dan tempat kelam tersebut. Dia memilih kembali ke Pekalongan dan memulai kehidupan yang baru dan lebih baik. Namun, jalan yang harus dihadapi Malaika tak semulus yang dia impikan. Dia terus mencari jalannya. Hidup di Pekalongan membuat Ra kembali menjalin hubungan persahabatan dengan sahabat-sahabat lamanya, baik di sekitar lingkungan rumah maupun sahabat-sahabat saat masih sekolah dulu. Namun demikian, cinta dan kerinduan Ra pada saudara sehatinya telah tak mampu dia bendung lagi. Ra terus berharap suatu hari kelak, Re akan mengingatnya walau hanya sekali dan sangat berharap Re bersedia mengunjunginya di Pekalongan.
Kisah cinta Ra pada beberapa lelaki di sekitar kehidupannya juga tidak berjalan lancar. Lelaki yang sangat dia cintai justru menjauh darinya. Yang datang kepadanya justru surat-surat cinta dari seseorang yang mengaku bernama Nada. Nada selalu memanggil Ra dengan sebutan “Sang Ratu”. Karena kisah tak sesuai harapan, Ra berusaha mengabaikan perasaan-perasaannya demi menggapai mimpi-mimpinya.

Hingga pada suatu saat Ra bertemu dengan seorang lelaki yang ternyata telah lama menyimpan perasaan sayang pada Ra. Seorang sahabat masa kecilnya. Pada akhirnya Ra memutuskan menikah dengan lelaki itu, Thev. Namun, apa yang dia harapkan dari Thev ternyata malah membawanya pada kehidupan yang membosankan. Thev memang seorang suami yang sangat baik dan setia, namun kehidupan yang dilaluinya bersama Thev hanyalah kehidupan datar yang sangat membosankan. Hampir tak ada riak yang berarti dalam kehidupan mereka. Dalam suasana seperti itu, seorang lain masuk lagi tanpa diduga dalam hidup Ra. Teman sekolahnya dulu yang telah sekian lama mengirimkan surat-surat cinta tapi tak berani mengungkapkan identitas diri. Ra menghadapi dilema, karena ternyata lelaki yang mengaku bernama Nada adalah lelaki yang selama ini sangat dia harapkan. Di satu sisi, dia memang menyayangi Thev meskipun lelaki itu sama sekali kurang romantis, di sisi lain dia juga mengharapkan seorang yang bisa memanjakannya, membuatnya menjadi ‘sang ratu’. Menghadapi persoalan-persoalan hidup itulah Ra kembali selalu mengenang saudara sehatinya.

Kehadiran seorang bayi dalam perkawinannya dengan Thev turut membuat Ra berpikir ulang tentang makna sejati kehidupan yang selama ini telah dilaluinya. Apakah selama ini dia telah melangkah di jalan yang benar ataukah gelora cinta telah menyesatkannya. Ra ingin kelak jika benar bayinya seorang perempuan, akan diberinya nama Putri Rehanna. Bagi Ra, dirinya ada dan tak ingin begitu saja sirna. Terutama dari hati Rehanna Sulastin, saudara sehatinya.
Demi rasa sayangnya dan demi ikrar saudara sehati, Ra meminta seseorang yang sangat dia sayangi untuk datang mencari Re dan memberitahukan keadaannya pada Ra. Ra tahu benar saat itu, bahwa sel-sel kanker yang selama ini menggerogoti otaknya aktif kembali. Ra tetap merahasiakan hal itu dari Thev, suaminya. Benar, jodoh, rezeki dan maut, hanya Allah saja yang tahu. Pada akhir perjuangannya, Ra baru menyadari kepada siapakah sejatinya cintanya berlabuh. Keinginan terakhirnya untuk sekedar mengetahui kabar berita Rehanna Sulastin tak pernah menjadi kenyataan. Ra menjemput ajalnya di hari kelahiran Putri Rehanna. Dua keinginan terakhir Ra yang tak pernah terkabul: melihat wajah putrinya dan bertemu kembali dengan saudara sehatinya, Rehanna Sulastin.
Pada akhirnya, Anda akan memahami bahwa Malaika Humaira hanyalah wanita biasa dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Bagaimana emosi, keadaan jiwa, dan hati sang pelindung – Malaika Humaira.
Malaika Humaira-Sebuah Novel (Sinopsis)
Terbit Juli 2008 (Diva Press Jogjakarta)

Novel ini bertutur mengenai hubungan atas nama persaudaraan antara dua orang wanita yang  dipertemukan di sebuah rumah kost di daerah Karangmalang Yogya. Hubungan yang mereka namai saudara sehati terjalin dalam sebuah kisah yang menawarkan sesuatu yang baru - Rehanna Sulastin dan Malaika Humaira, sama-sama memendam perasaan terdalam mereka untuk alasan-alasan yang hanya mereka sendirilah yang tahu. Semula, orang-orang di sekitar mereka menganggap hubungan di antara dua orang gadis itu sangat tidak wajar, ganjil, tidak semestinya. Anak-anak yang lain di rumah kost tersebut merasa sangat risih dan tersisih. Anggapan itu ditepis oleh Malka, begitu mereka biasa memanggil Malaika, dia mengatakan bahwa dia mencintai Hanna, panggilan akrab Rehanna oleh dorongan cinta persaudaraan.

Kenyataannya, jalinan kisah yang mereka rantai berdua itu telah begitu jauh menyentuh sisi terdalam dari nurani mereka sebagai manusia. Sebuah perasaan terbesar yang mampu mereka berikan. Satu sama lain merasa dirinya mempunyai kekurangan, satu lainnya menawarkan untuk mengisi kekurangan itu dengan kekurangan dirinya, hingga mereka merasa bahwa kekurangan-kekurangan pada dirinya bukanlah sesuatu yang akan menghalangi mereka untuk saling menyayangi dan ternyata bahwa cinta seorang saudara sehati akan mampu menyembuhkan luka-luka yang telah sekian lama membusuk karena tak pernah diobati. Namun kecemburuan demi kecemburuan juga tercipta saat salah satu bersama orang lain, hal itu mulai menimbulkan banyak masalah. Kejadian yang mereka lewati bersama, menyiratkan perasaan yang begitu dalam antara keduanya. Bahkan Hanna beranggapan bahwa kasih sayang Ra, panggilan sayangnya untuk Malka jauh melebihi perhatian pacarnya, Arya. Sementara bagi Malka, Re, panggilan sayangnya untuk Hanna, adalah seorang yang sangat disayanginya, melebihi pada siapapun. Lambat laun, Malka menjadi sangat bergantung pada Hanna. Pada Hanna, dia rela berkorban apapun, rela mengemis cinta ketika Hanna bersikukuh meninggalkannya. Padahal alasan Hanna adalah agar gadis itu terbebas dari belenggu cinta. 

Akhirnya mereka berpisah, Malka merantau dan berusaha mencari ketenangan batin. Namun muara dari perantauannya adalah di Pekalongan, di sana dia melabuhkan hidupnya pada seorang pria yang sangat mencintainya dari dulu. Sedangkan hubungan Hanna dan Arya tak berjalan semulus yang mereka cita-citakan dari dulu. Malka dan Hanna menjalani takdirnya masing-masing di tempat yang terpisah jauh, tak pernah saling berhubungan, tak saling tahu kabar, tak saling bertatap muka. Namun, mereka tetap menyimpan cinta dan kerinduan yang sangat besar, yang tetap hidup sepanjang jalan mereka, tersimpan begitu rapat di dasar hati. Tanpa seorangpun tahu. Apakah cinta dan rasa kasih sayang yang mereka berikan untuk pasangannya masing-masing bisa mengalahkan rasa cinta dan kasih sayang mereka pada saudara sehati yang telah sekian lama tak berjumpa? Tak ada yang tahu pasti, selain keduanya. 

Berpuluh-puluh tahun kemudian, keduanya dipertemukan, dalam suasana yang sangat menyentuh hati. Di depan nisan Malaika Humaira!!! Wanita itu ternyata telah meninggal 21 tahun yang lalu, saat dia berjuang untuk melahirkan anak pertamanya, entah karena kelainan di otak yang telah lama dideritanya, entah karena anemia seperti kata dokter yang menangani persalinannya. Bukan waktu yang singkat untuk sebuah penantian akan sebuah perjumpaan dengan orang terkasih. Hanna pun menjumpai seorang gadis seusia Malka saat bersamanya dahulu, namanya Hanna juga, yang ternyata adalah buah cinta antara Malka dan Thev. Semua yang bisa dilihatnya pada Hanna muda, sangat menyiksa batin Hanna. Dia melihat tatap mata saudara sehatinya dari tatap mata gadis itu, senyum yang hampir sama, tutur kata yang hampir sama, sikap dan gaya yang hampir sama. Bedanya hanyalah, bahwa gadis muda itu bukan saudara sehati yang selama ini dirinduinya. Hanna sangat tersiksa dan menderita melihat kenyataan yang terpampang di depannya. Terlambat memang lebih baik daripada tidak sama sekali, sayangnya, rasa sesal karena terlambat seringkali melebihi rasa sesal yang timbul karena tidak melakukan apapun sama sekali. Ternyata, keinginan Hanna agar Malka melupakan cinta mereka, justru menjerat leher Malka dan menyeretnya pada maut. Cinta sejati tak pernah akan berakhir bahagia karena cinta sejati tidak mempunyai akhir. Kalau begitu sejatikah cinta dua orang saudara sehati itu?